Puji syukur kehadirat Allah SWT,
karena pada kesempatan yang kesekian kalinya kita dipertemukan lagi dengan
bulan ramadhan 1438 H, marilah kita sambut bulan suci ramadhan ini dengan
ucapan “Marhaban ya Ramadhan 1438 H”. Sambutan ini menunjukkan bahwa tamu
disambut dengan lapang dada, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya
ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya; tidak menggerutu
dan menganggap kehadiarannya “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita.
Untuk itu kita perlu mempersiapkan bekal dan tekad yang membaja guna mennelusuri jalan, memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam ramadhan dengan shalat dan tadarrus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah SWT. Al-qur’an menggunakan kata shiyam dalam arti puasa menurut hukum syariat. Secara bahasa, kata shiyam yang berakar dari huruf-huruf sha-wa-ma berarti “menahan” dan “berhenti” atau “tidak bergerak”. Manusia yang berupaya menahan diri dari suatu aktifitas – apapun aktifitas itu – dinamai shaim (berpuasa). pengertian kebahasaan ini dipersempit maknanya oleh hukum syariat, sehingga puasa (shiyam) hanya digunakan untuk “menahan diri dari makan, minum dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari”.
Namun Al-Qur’an menginformasikan bahwa kata shiyam tidak hanya membatasi
pada menahan makan, minum dan berhubungan suami-istri, tetapi juga digunakan
dalam arti manahan bicara (Qs. Maryam 19:26). Bahkan, kaum sufi, merujuk kepada
hakikat dan tujuan puasa, menambahkan bahwa kegiatan yang harus dibatasi selama
melakukan puasa mencakup pembatasan atas seluruh anggota tubuh, hati, dan
pikiran dari melakukan segala macam dosa.
Hakikat shiyam atau shaum bagi manusia adalah menahan atau mengendalikan diri, karena itupula puasa disamakan dengan sikap sabar. Hadis Qudsi yang menyatakan antara lain bahwa: Al-Shaumu liy wa Ana Ajziy yang aritnya Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberi ganjaran (HR. al-bukhari) dipersamakan oleh banyak ulama dengan firman-Nya dalam QS. az-Zumar 39:10
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
Yang artinya:
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah
kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh
kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Orang sabar yang dimaksud di sini adalah
orang yang berpuasa. Ada beberapa macam puasa dalam pengertian syariat / hukum
sebagaimana di singgung diatas, yakni:
- Puasa wajib sebulan ramadhan.
- Puasa kafarrat, akibat pelanggaran, atau
semacamnya.
- Puasa Sunnat.
Uraian Al-Qur’an tentang puasa
ramadhan, ditentukan dalam Qs. al-baqarah 2:183-185 dan 187. Ini berarti bahwa
puasa ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi SAW hijrah ke madinah, yakni pada
10 Syaban tahun ke-2 hijriah. Berikut ayat-ayatnya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Yang Artinya:
183. Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa,
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa
diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka
tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin.
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang
lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Berdasarkan Ayat-ayat diatas dapat
disimpulkan beberapa point, antara lain: kewajiban puasa di bulan Ramadhan
yang diawali dengan panggilan mesra “wahai orang-orang yang beriman,….”
dimaksudkan agar dapat mendorong umat Islam untuk melaksanakannya dengan baik,
tanpa kesalahan. Bahkan, tujuan puasa tersebut adalah untuk kepentingan yang
berpuasa sendiri, yakni “agar kamu bertaqwa atau terhindar dari siksa api
neraka”; Kewajiban puasa tersebut hanya beberapa hari, itu pun hanya diwajibkan
bagi yang berada dikampung halaman tempat tinggalnya, dan dalam keadaan sehat
wal afiat, sehingga “barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan” maka dia
boleh tidak berpuasa dan menggantinya pada hari yang lain. “sedang yang merasa sangat
berat berpuasa, maka dia harus membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang
miskin”.
Sekalipun puasa adalah kewajiban bagi umat Islam, tetapi “Allah menghendaki kemudahan untuk kamu bukan kesulitan”.
Pelaksanaan puasa dalam arti menahan makan, minum dan hubungan suami-istri dimulai sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. karena itu, makan, minum dan berhubungan suami-istri dapat dilakukan sejak terbenam matahari sampai terbit fajar. namun puasa harus disempurnakan dan jangan dinodai dengan perbuatan melanggar norma agama, “sempurnakanlah puasa itu sampai malam”.
Secara jelas Al-qur’an menyatakan bahwa tujuan puasa adalah untuk mencapai ketaqwaan, la’allakum tattaqun. Menahan diri dari lapar bukanlah tujuan utama puasa. Hal ini disyaratkan di dalam hadis Nabi, yang artinya “Banyak diatara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga”.
Taqwa, secara bahasa berarti menghindar, mejauhi, menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah, secara harfiah berarti hindarilah, jauhilah atau jagalah dirimu dari Allah, makna ini mustahil dapat dilakukan oleh mahluk. Bagaimana mungkin menghindarkan diri dari Allah atau menjauhi-Nya, sedangkan Allah bersama kamu dimanapun kamu berada. Oleh karena itu perlu disiapkan kata atau kalimat untuk meluruskan maknanya. Misalnya, kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga perintah bertaqwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa Allah.
Dengan demikian, puasa dibutuhkan
oleh semua manusia, kaya ataupun miskin, pandai ataupun bodoh, untuk kepentingan
pribadi atau masayarakat, yakni pengendalian diri. hal ini mengisyaratkan bahwa
dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal meneladani
sifat-sifat Allah. nabi bersabda: “Takhallaqu bi akhlaq Allah” Teladanilah
sifat-sifat Allah. Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang
terpenting adalah kebutuhan fa’ali, yaiut makan, minum, dan hububgab
suami-istri. ketiga kebutuhan itu tidak dibutuhkan oleh Allah SWT.
Disamping itu puasa bertujuan mempertinggi rasa persaudaraan dan kepedulian sosial, ibadah puasa mengasah dan mengasuh manusia agar memiliki sifat sabar dan jujur.
Disamping itu puasa bertujuan mempertinggi rasa persaudaraan dan kepedulian sosial, ibadah puasa mengasah dan mengasuh manusia agar memiliki sifat sabar dan jujur.
Semoga Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan ramadhan ini nantinya dapat melahirkan nilai-nilai ketaqwaan, nilai-nilai persaudaraan, kesabaran dan kejujuran. Wa Allah A’lam bi al-Shawab.[Sumber]
0 komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA :)
Monggo isi Komentar nya :