Diantara
keistimewaan ajaran Islam adalah perintah untuk menjaga persatuan dan
kesatuan. Persatuan dan kesatuan adalah "kiat" yang dipakai oleh Al
Islam untuk membawa umat manusia kepada status kemerdekaan yang hakiki
(yaitu bertauhid hanya kepada Allah semata). Bukankah dahulu para
pejuang kemerdekaan senantiasa menganjurkan persatuan dan kesatuan demi
melawan tirani penjajahan? Bukankah 'devide et impera' (memecah belah,
lalu menguasai) adalah semboyan para penjajah yang hendak merampas
kemerdekaan kita?
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah,
dan janganlah kamu sekalian berpecah belah,
dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua
(yaitu) ketika kamu bermusuh-musuhan,
maka Dia (Allah) melunakkan antara hati-hati kamu
maka kamu menjadi bersaudara,
sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk”
(Q.S. Ali Imron ayat 103)
(Q.S. Ali Imron ayat 103)
Diantara keistimewaan ajaran Islam
adalah perintah untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Persatuan dan
kesatuan adalah "kiat" yang dipakai oleh Al Islam untuk membawa umat
manusia kepada status kemerdekaan yang hakiki (yaitu bertauhid hanya
kepada Allah semata). Bukankah dahulu para pejuang kemerdekaan
senantiasa menganjurkan persatuan dan kesatuan demi melawan tirani
penjajahan? Bukankah 'devide et impera' (memecah belah, lalu menguasai)
adalah semboyan para penjajah yang hendak merampas kemerdekaan kita?
Berbagai cara manusia dilakukan untuk
menjalin tumbuhnya persatuan dan kesatuan. Pada mulanya mereka mencari
apa yang sama diantara mereka. Mereka mencari kesamaan/persamaan,
dalam rangka untuk menjalin 'persatuan' itu. Maka mereka berkumpul
dengan sesama sukunya, sesama warna kulitnya, sesama keturunan dan
silsilahnya. Namun kemudian manusia menemukan kesimpulan bahwa persatuan
dan kesatuan bukanlah dijalin karena memiliki kesamaan-kesamaan itu
semata. Mereka berpikir bahwa 'persatuan dan kesatuan' itu ternyata akan
tumbuh sejati bukan saja di atas dasar 'kesamaan', namun juga di atas
dasar 'perbedaan', baik perbedaan suku, bangsa, warna kulit, maupun
keturunan. Manusia akhirnya memahami bahwa hakikat dari sebuah persatuan
dan kesatuan, bukanlah lagi terletak karena kesamaan material, namun
lebih kepada karena kesamaan untuk patuh dan taat pada "tali" yang sama,
pada aturan yang sama, tidak peduli apakah mereka berasal dari suku
yang sama, warna kulit yang sama, keturunan yang sama.
Lihatlah di sekeliling kita, persatuan
dan kesatuan sejati dibentuk karena kepatuhan dan ketaatan pada
peraturan yang sama, pada ikatan yang sama, pada undang-undang yang
sama, pada perintah yang sama.
Firman Allah SWT pada Surat Ali Imron
ayat 103, dapat menggambarkan dengan cukup jelas, bahwa persatuan itu
terlahir karena adanya keinginan untuk berpegang teguh pada tali yang
sama, yaitu Tali Allah. 'Berpegang teguh' ini maksudnya adalah patuh dan
taat kepada apa yang digariskan oleh Allah, patuh dan taat kepada
aturan dan undang-undang Allah.
Selanjutnya, marilah kita perhatikan ayat berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman,
ta`atilah Allah,
dan ta`atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya .
(QS. An-Nisa: 59)
(QS. An-Nisa: 59)
Ayat di atas memperkuat keyakinan kita
bahwa pesatuan dan kesatuan umat Islam dimanapun berada, terjalin karena
mereka patuh dan taat mengikuti Allah dan RasulNya. Ketika Rasulullah
sudah wafat, maka mereka mengikuti pemimpin-pemimpin mereka sepanjang
pemimpin-pemimpin itu juga taat mengikuti Allah dan RasulNya. Jika
kemudian mereka berlainan pendapat tentang sesuatu, maka mereka merujuk
kembali kepada sumber hukum, kepada tali/akidah Allah itu, yaitu Al
Qur'an dan As Sunnah.
Demikianlah, maka dapat kita pahami
bahwa ketaatan kepada peraturan dan kepada pemimpin, sejatinya karena
itulah yang menjadi modal dasar utama dalam persatuan dan kesatuan.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa "Barang siapa yang ingin
mempersatukan, maka ia akan taat. Namun barang siapa yang ingin memecah
belah, maka ia berkhianat."
Definisi Taat
Secara bahasa artinya mengerjakan
sesuatu yang diperintahkan. Sedangkan secara syari’ah ialah beramal
melaksanakan perintah disertai niat dan keyakinan. Berkata
Al-Qurtubi: ”Hakekat taat adalah melaksanakan sesuatu yang diperintahkan. Dan lawannya ma’shiyah artinya menyimpang dari perintah". Sedangkan Hasan Al-Banna berkata: ”Yang
saya kehendaki dari ketaatan ialah melaksanakan perintah dan
merealisasikannya secara sepontan baik dalam kondisi susah atau mudah,
dalam kondisi bergairah atau tidak”.
Demikianlah definisi dari taat. Selanjutnya, marilah kita menghayati sabda Rasulullah di bawah ini:
"Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda:” Dengar
dan taatlah kalian walaupun dipimpin oleh seorang budak Habsyi dan
kepalanya seperti buah anggur kering” (HR Bukhari)"
Dengan begitu maka patuh dan taat kepada
pimpinan adalah merupakan kewajiban sekalipun pimpinan kita itu tidak
berasal dari suku bangsa yang sama dengan suku kita, tidak memiliki
status sosial ataupun ekonomi yang sama dengan status sosial dan ekonomi
kita, sekalipun ia memiliki warna kulit yang berbeda. Sepanjang aturan
dan perintahnya itu bukan menyimpang dari aturan dan perintah Allah dan
RasulNya, maka kita wajb mengikuti kebenaran dari siapapun asalnya.
Batasan Patuh dan Taat
Ketika Islam mewajibkan umat Islam untuk
mentaati para pemimpin, Islam juga memberi batasan tentang ketaatan
tersebut dan tidak membiarkanya berlaku mutlak tanpa ada batasan. Oleh
karenanya ketaatan terhadap pemimpin dibatasai oleh ruang lingkup
tertentu dan syarat-syarat tertentu yang harus ditunaikan. Dan diantaran
batasan tersebut adalah:
“Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Khalik (Allah)”(HR Ahmad dan Al-Hakim)
“Sesungguhnya ketaatan hanya pada sesuatu yang baik” (HR Bukhari).
Lalu bagaimana landasan dari taat kepada pemimpin?
Rasulullah saw bersabda:
Dari Abu Hunaidah Wa’il bin Hajar ra
berkata: Salamah bin Yazid Aj-Ja’fi bertanya pada Rasulullah saw dan
berkata:” Wahai nabi Allah bagaimana pendapatmu jika pemimpin kami
meminta kepada kami hak mereka dan tidak melaksanakan haknya
(kewajibannya)?”. Rasulullah saw berpaling darinya, tetapi ia bertanya
lagi, maka Rasulullah saw menjawab:” dengar dan taatilah (pemimpin
tersebut) karena sesungguhnya mereka akan menanggung beban
tanggung-jawab yang harus dilaksanakannya dan kamu juga akan
bertanggung-jawab terhadap yang kamu perbuat“ (HR Muslim)
Yang sering menjadi malapetaka bagi umat
adalah apabila pemimpin memaksakan pengikutnya untuk patuh dan taat
kepada kemauannya, sementara mereka yang dipimpin pun mengikuti kemauan
para pemimpin dengan seksama, tanpa mengembalikannya kepada apa yang
dituntunkan oleh Allah dan RasulNya. Islam sangat memerangi taklid buta
kepada pemimpin. Sebagai muslim, kita meyakini bahwa kelak mata,
telinga dan hati akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan
mahkamah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang meleset dari perhitungan-Nya.
Dia yang Maha Besar berfirman, "Setiap orang bertanggungjawab atas apa
yang telah dilakukannya." (Qs. 74: 38). Karena diri kita sendirilah yang
bertanggungjawab, maka sebuah keniscayaan untuk tidak sekedar
ikut-ikutan tentang sesuatu. Sikap keberagamaan yang sejati adalah
berani mengkritisi dan bersikap cerdas terhadap para pemimpin. Apakah
benar apa yang disampaikan pemimpin/ulama tersebut adalah bagian dari
agama atau bukan? Apakah Allah dan RasulNya menuntunkan hal demikian,
atau tidak. Marilah kita bercermin dari ayat berikut ini. "Dan
mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para
pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan
yang benar." (Qs. Al-Ahzab: 67). Firman tersebut memberi bukti
bahwa memang adadi dunia ini jenis pemimpin, pembesar, orang yang kita
tuakan, orang yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, bahkan orang yang
kita sebut dengan guru, orang yang kita kira tinggi ilmunya, kyai, atau
apapun, yang memang menyesatkan pengikutnya dari jalan yang benar.
Selain itu, malapetaka besar yang sering
terjadi pula yaitu dimana para pemimpin tidak memenuhi apa yang
diamanahkan kepadanya. Perhatikanlah ayat berikut ini:
"Sesungguhnya Allah memerintahkan
kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan
(memerintahkan kebijaksanaan) di antara kamu supaya menetapkannya
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.Hai
orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya .(QS. An-Nisa: 58-59)
Demikianlah. Semoga paparan ini dapat memberi hikmah kepada kita semua. Al Islam telah memberi tuntunan, bahwa siapapun itu; pemimpin maupun yang dipimpin,
sama-sama wajib untuk patuh dan taat kepada apa-apa yang telah
dituntunkan oleh Allah dan RasulNya. Kesemuanya memiliki kewajiban yang
sama. Perbedaannya terletak pada besar/kecilnya tanggung jawab dan
amanah. Pemimpin tentu memiliki tanggung jawab dan amanah yang lebih
besar. Asas kepatuhan dan ketaatan ini juga memberi hikmah berupa
perdamaian, persatuan dan kesatuan umat. Maka berpegang teguh pada
persatuan, tidak memecah belah, tidak mengadu domba, juga merupakan
kewajiban para pemimpin dan yang dipimpin. Siapapun dari kita, baik pemimpin ataupun yang dipimpin, akan menanggung beban tanggung jawab masing-masing dihadapan Allah SWT. Wallahua'lam bishawab.
***SUMBER***
(http://pptapaksuci.org/kultum/251-kewajiban-untuk-patuh-dan-taat.html)
Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menenrimanya dan (memerintahkan kebijaksanaan) di antara kamu supaya menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
0 komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA :)
Monggo isi Komentar nya :