“Ulurkan tanganmu untuk meringankan beban teman. Tebarkan senyummu untuk menghibur kawan karena tangan maupun bibirmu tidak akan lepas dan berkurang dari dirimu hanya karena membantu yang lain. Semoga jiwamu kian mencerahkan.”
Apakah memberi itu rugi? Apakah
ketika kita memberi sesuatu kepada orang lain, lalu sesuatu yang ada pada diri
kita ini ikut berkurang? Jika kita mengukurnya dengan materi dan hitungan
matematis, mungkin saja kita akan mengatakan jika kita member pada orang lain
maka apa yang kita miliki jadi berkurang.
Apa yang terjadi ketika kita member senyuman
tulus kepada orang lain? Apakah senyum yang kita tunjukkan dengan bermodalkan
bibir ini membuat bibir kita terbuang dan berpindah pada orang lain? Tentu saja
tidak. Namun, dalam kaitan memberi dengan senyuman, sesungguhnya tidak sekadar
senyuman saja yang kita kerahkan. Satu hal yang lebih utama dalam melemparkan
senyuman adalah kejujuran, ketulusan, dan rasa kasih.
Kalau tidak ada ketulusan, hal ini
hanya menjadi lips belaka. Bibir kita mungkin akan tersenyum manis, semanis
senyuman pramugari atau model, tetapi hati kita dipenuhi dendam dan kedengkian.
Bukan senyum semacam ini yang dikategorikan sunnah oleh rasulullah. Pada hakikatnya,
senyum adalah menghamparkan dan mengamini kebenaran (shidq). Dan kebenaran (shidq)
adalah akar dari kata sedekah (shadaqah).
[Sumber :
Buku Ungkapan Hikmah “Membuka Mata, Menangkap Makna”]
***** SEMOGA BERMANFAAT*****
0 komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA :)
Monggo isi Komentar nya :