Meski semua ekonom mengenal Adam Smith dam buku Wealth
of Nations, namun hanya sebagian kecil diantara mereka yang membacanya dengan
teliti. dalam buku itu, Adam Smith mengutip laporan perjalanan Doctor Pocock
yang menjelaskan rahasia kesuksesan para pedagang Arab. keberhasilan mereka,
menurut Adam Smith, terletak pada keramahan dan kemurahannya. dia menulis
"ketika mereka memasuki sebuah kota, mereka mengundang orang-orang di jalan,
baik kaya maupun miskin, untuk makan bersama dengan duduk bersila. mereka
memulai makan dengan mengucapkan bismillah dan mengakhirinya dengan ucapan
hamdalah" (Adam Smith, Wealth of Nations).
Ratusan tahun kemudian, umat Islam seakan meninggalkan
konsep manajemen yang telah membuat dunia terkesima. syukurlah, belakangan ini
sejumlah para pelaku ekonomi menggali kembali khazanah keilmuan ini. salah
satunya adalah Abu Sin dalam bukunya Al-Idarah fi al Islam. Abu Sin mengkritik
aliran-aliran manajemen konvensional mulai dari aliran scientific manajemen,
aliran bureaucratic, aliran human relations, aliran behavioral, dan aliran
pendekatan sistem.
Menurut Abu Sin, scientific manajement hanya
menekankan pada pentingnya efisiensi dan kompensasi ekonomis sebagai insentif
utama para pekerja, padahal efisiensi menjadi kontraproduktif bila pekerja
diperlakukan seperti robot dan berapapun besarnya kompensansi ekonomis akan
terasa kurang bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi. bahkan aliran
scientific manajement menimbulkan pertentangan yang tidak ada habisnya antara
pekerja rendahan dengan manajemen atas. dalam rumusan Abu Sin, ada empat hal
yang harus terpenuhi untuk dapat dikategorikan Manajemen Islami :
Pertama, manajemen islami harus didasari nilai-nilai
dan akhlak islami. etika bisnis islami yang ditawarkan adalah Salafy dan Salam
berlaku universal tanpa mengenal ras dan agama. boleh saja berbisnis dengan
label islam dengan segala atributnya. namun bila nilai-nilai dan akhlak
berbisnis ditinggalkan, cepat atau lambat bisnisnya akan hancur.
Kedua, kompensasi ekonomi dan penekanan terpenuhinya
kebutuhan dasar pekerja. cukuplah menjadi suatu kezaliman bila perusahaan
memanipulasi semangat jihad seorang pekerja dengan menahan haknya, kemudian
menghiburnya dengan pahala yang besar bahkan kata-kata yang manis tapi
menyesatkan. urusan pahala, Allah yang mengatur. urusan kompensasi ekonomis,
kewajiban perusahaan harus membayarnya.
Ketiga, faktor kemanusian dan spiritual sama
pentingnya dengan kompensansi ekonomis. pekerja diperlakukan lebih terhormat
dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. tingkat partisipatif pekerja
tergantung pada intelektual dan kematangan psikologisnya. bila hak-hak
ekonomisnya tidak ditahan, pekerja dengan semangat jihad akan mau dan mampu melaksanakan
tugasnya jauh melebihi kewajibannya.
Keempat, sistem dan struktur organisasi sama
pentingnya. kedekatan atasan dan bawahan dalam ukhuwah islamiyah, tidak berarti
menghilangkan otoritas formal dan ketaatan pada atasan selama tidak bersangkut
dosa.
Semoga Bermanfaat :)
0 komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA :)
Monggo isi Komentar nya :