Sabtu, 31 Agustus 2013

Untukmu Yang Berjiwa Hanif | Hakikat Kehidupan (PART 2)


Tujuan Hidup
Rasanya semua orang sepakat dengan tujuan hidup yaitu mencari dan menggapai kebahagiaan. Semua manusia ingin hidupnya bahagia, dan semua tahu bahwa untuk mencapai kebahagiaan itu perlu pengorbanan. Hanya saja, manusia banyak salah mencari jalan kebahagiaan, banyak yang memilih sebuah jalan hidup yang ia sangka di sana ada pantai kebahagiaan, padahal itu adalah jurang kebinasaan, itu hanya sebatas fatamorgana kebahagiaan, bukan kebahagiaan yang hakiki. Celakanya lagi, semakin dilalui jalan fatamorgana tersebut semakin jauh pula ia dari jalan kebahagiaan hakiki, kecuali ia surut kembali ke pangkal jalan.

Banyak orang menyangka kebahagiaan ada pada harta, karenanya ia berupaya mencari sumber-sumbernya dengan berletih dan berpeluh. Setelah ia peroleh harta tersebut, hatinya tetap gundah dan perasaan masih gelisah!! Ada saja yang membuat hati itu gelisah, kadang-kadang munculnya dari anak-anaknya, kadang-kadang dari istrinya atau tidak jarang juga datang dari usaha itu sendiri.

Banyak pula yang menyangka bahwa pangkat dan kekuasaan adalah kebahagiaan. Ketika dilihat mereka yang berkuasa dan bertahta, secara lahir mereka begitu tampak bahagia hidupnya! Pergi dijemput pulang diantar, ketika ia berkehendak tinggal memesan, perintahnya tidak ada yang menghalangi!! Akan tetapi setelah diselidiki lebih mendalam, kita masuk menembus dinding istananya, akan terdengar keluhkesahnya, dalam harta yang banyak itu terdapat jiwa yang rapuh.

Jadi apa kebahagiaan yang sebenarnya? Apa kebahagiaan sejati yang seharusnya dicari oleh manusia? Siapa yang sebenarnya orang yang berbahagia? Apa sarana untuk mencapainya? Manusia diciptakan oleh Allah , bukan mereka yang menciptakan diri mereka, tentu yang paling tahu tentang seluk-beluk manusia termasuk tentang sebab bahagia atau sebab sengsara adalah Dia subhanahu wa ta' ala bukan manusia. Sama halnya dengan sebuah produk, sekiranya hendak mengetahui hakikat produk tersebut tentu ditanyakan kepada pembuatnya, bukan kepada produk itu sendiri. Allah berfirman:

ألَاَیعَلْمَُمَنْخلََقَوھَوَُاللَّطیِفاُلْخبَیِرُ
"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui". [QS. at-Mulk:14]

Ketika Al-Quran ditadabburi dan syariat Islam dikaji, maka kita dapat menyimpulkan bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah dengan mengaplikasikan penghambaan diri kepada Allah ... Orang yang bahagia adalah orang yang telah berhasil menjadi hamba Allah ... Sarana kebahagiaan adalah semua sarana yang telah disediakan olehNya dalam meniti jalan penghambaan diri kepada Allah.

Karena penghambaan diri inilah sebab diciptakannya manusia dan jin.. karena ‘ubudiyah kepada Allah ditegakkannya langit dan dibentangkannya bumi... karena penghambaan inilah diturunkannya kitab dan diutusnya rasul... Allah berfirman:

ومَاَخلَقَْتاُلْجِنَّواَلإْنِسَإلِاَّلیِعَبْدُوُنِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku". [QS.az-Zariat :56]

Orang yang berpaling dari penghambaan diri ini dialah orang yang sengsara, Allah berfirman:

ومََنْأَعرَْضَعَنذكِرِْيفإَِنَّلھَُمعَیِشةًَضنَكاًونََحْشرُهُُیوَمَْالقْیِاَمةَأَِعمَْى
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". [QS. Thaha: 124]

لنِفَتْنِھَمُْفیِھِومََنیعُرِْضْعَنذكِرِْربَھِِّیَسلْكُھُْعذَاَباًصعَدَاً
"Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dan barang-siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat". [QS. al-Jin:17]

Allah telah menentukan taqdir semua makhluk dan tidak ada yang dapat merubah taqdir selainNya. Allah tentukan kebaikan dan keburukan, kebahagiaan dan kesengsaraan, kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan. Manusia tidak bisa melawannya, sekiranya Allah telah menentukan kemiskinan pada seseorang, maka tidak ada yang mengkayakannya, ketika Allah telah menentukan kepadanya kesengsaraan, maka tidak ada satupun yang dapat membahagiakannya.

Kalaulah begitu, kemana manusia hendak lari?! Kemana manusia hendak berteduh dan bernaung dari taqdir yang ia tidak memiliki daya dan upaya untuk merubahnya kecuali atas izinNya?! Kemana manusia hendak bersandar dari sesuatu urusan yang tidak di tangannya?!

Manusia yang berakal tentu akan bernaung kepada Zat yang telah mentaqdirkan segala sesuatu, dalam naungan-Nya ia akan merasakan ketenangan, dalam menyandarkan diri kepadaNya akan ia peroleh kebahagiaan, dalam kepasrahan diri kepadaNya akan sirna segala kecemasan dan kesedihan. Bagaimana ia tidak bahagia, bukankah jejak-jejak kasih sayang Allah begitu tampak dalam taqdir kehidupannya?! Bagaimana ia tidak tenang, bukankah semua taqdir yang ia suka atau yang ia benci, merupakan sarana untuk menggapai ridho dan cintaNya?

Dari mana kesedihan masuk ke dalam dirinya atau rasa takut menyelimutinya, karena sebelumnya ia telah diajarkan tentang cara menghadapinya, bersabar ketika sengsara dan beryukur ketika bahagia, sehingga sengsaranya tidak membawa kepada keputusasaan dan senangnya tidak membawanya kepada kesombongan dan kecongkakan.

Syaikhul Islam Ibnu Taymiah mengungkapkan hakikat tersebut yang berlaku pada dirinya, beliau berkata:

"Apa yang dapat dilakukan oleh musuh-musuhku ?! Surga ada di dadaku, kemanapun dan dimanapun aku, ia tetap bersamaku!! Sekiranya mereka memenjarakanku, maka penjara bagiku adalah kholwat. Sekiranya mereka mengusirku, usiran itu bagiku menjadi tamasya. Sekiranya mereka membunuhku, terbunuhnya diriku adalah syahid di jalan Allah".

Bahkan Nabi Muhammad -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- sebagai manusia yang paling sempurna ubudiahnya kepada Allah, ketika Allah telah mentaqdirkan sesuatu yang berat dalam dakwah beliau, yaitu dua orang yang selama ini sebagai pembela dan penopang dakwah beliau, Khadijah -radhiyallohu ‘anha- istri beliau dan Abu Thalib paman beliau, telah meninggal dunia. Membuat kaum Quraisy meningkatkan permusuhan mereka kepada beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- dan memberi ultimatum untuk menghentikan dakwah beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam-, bahkan telah berani pula mengusir beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- dari Mekkah.

Berangkatlah beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- ke Thaif, berharap pembelaan dan bantuan. Kiranya bukan pembelaan yang beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- dapat dan bukan bantuan yang beliau peroleh, tapi malah cacian dan cemoohan, bahkan usiran oleh anak-anak dan wanita-wanita di sana, sedangkan beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- seorang utusan Allah, Allah yang memiliki langit dan bumi. Mereka telah melukai, melempar beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- dengan batu hingga luka kaki beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam-, sebagaimana sebelumnya mereka telah melukai hati dan perasaannya. Belum sampai di situ malaikat gunung Akhsyabain meminta izin kepadanya untuk menimpakan gunung tersebut kepada mereka, sebagai tanda bahwa beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- bukan sendirian.

Bertambah sedih beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam-, karena yang beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- inginkan bukanlah balas dendam atau kepuasan diri, yang beliau -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- inginkan hanya menampakkan bukti penghambaan diri kepadaNya, hal itu nampak betul dari do’a beliau panjatkan kepadaNya:

"Ya Allah , kepadaMulah daku keluhkan lemahnya kekuatanku, sedikitnya hilafku, hinanya diriku dimata manusia. Wahai Zat yang paling Pemurah ! Engkau-lah Rabb orang-orang yang lemah, dan Engkaulah Rabbku! Kepada siapa Engkau hendak titipkan diriku?! Apakah kepada orang yang jauh yang tidak peduli dengan diriku atau engkau hendak serahkan perkara diriku kepada musuh?! Meskipun begitu, selagi Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli!! Akan tetapi pengampunan-Mu lebih luas bagiku, aku berlindung dengan cahaya wajahMu -yang telah menerangi semua kegelapan, dengannya berjalan perkara dunia dan akhirat- dari turunnya murkaMu kepadaku atau jatuh kepadaku kebencianMu, hanya kepadaMu pengaduanku sampai Engkau ridho, dan tidak ada daya dan upaya kecuali denganMu ".

Al-Quran menyebutkan bahwa orang berbahagia adalah orang yang menjalankan perintah Allah, Allah berfirman:

قدَْأفَلَْحَالمُْؤمْنِوُنَالذَّیِنَھمُْفِيصلَاَتھِمِْخاَشعِوُنَواَلذَّیِنَھمُْعَنِاللغَّوِْمعُرِْضوُنَواَلذَّیِنَھمُْللِزكَّاَة
فاَعلِوُنَواَلذَّیِنَھمُْلفِرُوُجھِمِْحاَفِظوُنَإلِاَّعلََىأزَوْاَجھِمِْأوْماَملَكََتْأیَمْاَنھُمُْفإَنِھَّمُْغیَرُْملَوُمیِنَفََنِ
ابتْغََىورَاَءذلَِكَفأَوُلْئَِكَھمُُالعْاَدوُنَواَلذَّیِنَھمُْلأِمَاَناَتھِمِْوَعھَدِْھمِْراَعوُنَواَلذَّیِنَھمُْعلََىصلَوَاَتِمِْ
یُحاَفِظوُنَ
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kernaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui Batas. Dan orang-orang yang mernelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sholatnya". [QS. al-Mukminun: 1 -9]

Dan Allah berfirman:

المذلَِكاَلكْتِاَبُلاَریَْبَفیِھِھدًُىللِّمْتُقَّیِنَالذَّیِنَیؤُمْنُِونَباِلغْیَْبِویَقُیِموُناَلصَّلاةَومَمِاَّرزَقَنْاَھمُْیُفقِوُنَ
والذَّیِنَیؤُمْنِوُنَبمِاَأنُزلَِإلِیَْكَومَاَأنُزلَِمِنقبَلِْكَوبَاِلآخرِةَِھمُْیوُقنِوُنَأوُلَْئِكَعلََىھدًُىمِّنربَّھِّمِْوَوُلَْئِكَ
ھمُُالمْفُلِْحُونَ
"Alif laam miim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung". [QS. al-Baqarah: 1-5]

Sebaliknya Allah menyebutkan bahwa orang yang melanggar perintahNya atau merekalah orang yang merugi, Allah berfirman:

واَلذَّیِنَآمنَوُاباِلبْاَطلِِوكَفَرَوُاباِللھَِّأوُلْئَِكَھمُُالْخاَسرِوُنَ
"Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi". [QS. al-Ankabut: 52]

الذَّیِنَینَقُضوُنَعھَدَْاللھَِّمِنبعَدِْمیِثاَقھِِویَقَْطعَوُنَماَأمَرََاللھَُّبھِِأَنیوُصلََویَفُْسدِوُنَفِيالأرَْضِ
أوُلَئِكَھمُُالْخاَسرِوُنَ
"(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi". [QS. al-Baqarah : 27]


***SEMOGA BERMANFAAT***


Sumber : Buku Untukmu Yang Berjiwa Hanif
Penulis  : Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah


0 komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA :)
Monggo isi Komentar nya :

||SALAM BLOGGER INDONESIA|| +++>Di sini Tempatnya Belajar & Berbagi ILMU<+++ Buat Sobat-Sobat Blogger semua,Teruslah Berkarya!!! Terima Kasih Buat Sahabat-Sahabat yang telah Mampir DiBlog Nadym::.Dan Jangan Lupa Tinggalkan Kesan & Pesan untuk Membangun Blog iNi.::
 

I-YES INDONESIA

Indonesian Youth Educate And Social

ALMAMATERKU

Universitas Muhammadiyah Riau